Oleh: Fathul Qorib
Entah mengapa saya menjadi sangat emosional ketika menulis ini. Apalagi di tambahi dengan informasi yang sangat tidak sedap, tidak mengenakkan dari kepanitiaan mahasiswa Dies Natalis FISIB 2010. Perlu saya informasikan bahwa acara Dies Natalis FISIB adalah acaranya Fakultas yang notabenenya dipimpin oleh seorang Dekan. Saya kira pembaca sudah tahu kalau Dekan kita yang terhormat telah bergelar Doktor, dan Pembantu-pembantu Dekan kita semua sudah S-2. Ada kejanggalan yang sangat mendasar mengenai pelaksanaan Dies Natalis FISIB ini, siapakah penaggung jawabnya? Siapakah pelaksananya? Dan siapakah yang harus bingung dengan acara ini? Tentu saja Dekanat, karena ini adalah acaranya Fakultas yang dipimpin seorang yang telah saya sebut tadi. Namun sangat disayangkan karena akhirnya lagi-lagi mahasiswa yang di buat bingung. Bagaimana tidak, masing-masing perwakilan badan kelengkapan yang telah mengadakan kordinasi acara ini kemudian menemui jalan buntu karena dana enggan juga turun. Bahkan bisa di bayangkan jika perlombaan yang telah dipersiapkan satu bulan sebelumnya, dalam juklak (Petunjuk Pelaksanaan) perlombaan tidak disertakan hadiahnya, padahal juklak perlombaan itu sudah tersebar ke Jawa Timur. Apa kata dunia? Siapa yang mau mengikuti perlombaan kalau tidak ada hadiah? Aneh sekali acara kita ini.
Kenyataan lain yang mengenaskan adalah adanya komplain dari Pembina salah satu SMA di Kamal yang telah menerima brosur perlombaan dan kemudian mendaftar namun lomba itu di batalkan. “Mahasiswa semester 6 kok buat acara gini gak becus” begitu katanya. Aduh, bayangkan ucapan itu di lontarkan ketelinga anda. Merah kan? Kalau anda tidak mau, maka kita lemparkan saja ke Panitia Inti acara ini, Dekanat, menjadi seperti ini “Dekan sudah lulus S-2/S-3 kok buat acara gini saja gak becus” coba imajinasikan, pasti sangat menentramkan kata-kata Pembina SMA tadi.
Sudah tiga kali diadakan rapat kordinasi namun yang datang dari pihak Dekanat tidak pernah lengkap. Mesti Ketua Pelaksana tidak pernah datang. Ini kan menjadi sangat membingungkan. Panitia dari pihak mahasiswa sudah sangat bersemangat ketika pertama diberitahukan bahwa masing-masing badan kelengkapan di beri kesempatan untuk berpartisipasi dalam dies natalis ini, namun akhirnya semua di buat kecewa karena mereka merasa diperalat oleh Dekanat untuk dijadikan kambing hitam jika acara ini tidak sukses. Lebih aneh lagi, masing-masing Pembantu Dekan dan Dekan pun tidak pernah berkordinasi karena statement mereka berbeda-beda dalam menyikapi permasalahan yang ada pada acara ini. Yang membuat mahasiswa shock adalah ketika ketua pelaksana mengatakan “Kalau begitu cabut saja bannernya” saat dimintai jalan keluar oleh mahasiswa karena ternyata Dies Natalis ini dinilai belum siap. Waduh, ternyata yang pertama putus asa adalah Ketua Pelaksana, pihak Dekanat. Sangat disayangkan. Pernyataan itu adalah isyarat bahwa ketua pelaksana tidak mau bertanggung jawab kalau acara ini gagal, dan minta acara Dies Natalis di batalkan. Mengagumkan.
Dan apakah anda tahu kalau sebenarnya tidak ada konsep yang matang dari Dies Natalis ini? Tujuan utama dari adanya Dies Natalis adalah untuk promosi, tujuan yang bagus seharusnya, namun dalam pelaksanaannya ternyata malah salah kaprah. Orasi budaya yang seharusnya diisi oleh orang yang benar-benar berkompeten dalam menoyoroti masalah kebudayaan, ternyata malah dialihkan kepada pimred Radar Madura yang saya kira hanya bisa mengkritisi tulisan-tulisan, tentu saja dia murni jurnalis. Benar dia pernah sekolah antropologi, tapi keseriusannya dalam masalah kebudayaan sendiri masih dipertanyakan. Pihak Dekanat sebagai penentu hanya berharap bahwa acara ini akn di liput oleh radar Madura, begitu saja. Mengapa tidak menganggarkan Rp 1.000.000 dan kita tidak perlu bingung membuat acara apapun tapi nama FISIB sudah terpampang di Headline Jawa Pos?.
Jadi bisa disimpulkan bahwa kita belum siap mengadakan Dies Natalis ini, juga belum siap untuk FISIB berdiri sendiri. Mungkin lebih baik kita medompleng lagi ke FH, siapa yang mau?
Atau usulan yang paling logis adalah, kita adakan Diklat Organisasi selama tiga hari yang pesertanya adalah jajaran dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya. Selama tiga hari itu pula, biarkan Gubernur BEM sebagai Dekan, Ketua HMJ Sastra Inggris Pembantu Dekan I, Ketua HMJ Komunikasi sebagai Pembantu Dekan II, Ketua HMJ Psikologi sebagai Pembantu Dekan II, dan Ketua HMJ Sosiologi sebagai Ka TU. _Opini_
Entah mengapa saya menjadi sangat emosional ketika menulis ini. Apalagi di tambahi dengan informasi yang sangat tidak sedap, tidak mengenakkan dari kepanitiaan mahasiswa Dies Natalis FISIB 2010. Perlu saya informasikan bahwa acara Dies Natalis FISIB adalah acaranya Fakultas yang notabenenya dipimpin oleh seorang Dekan. Saya kira pembaca sudah tahu kalau Dekan kita yang terhormat telah bergelar Doktor, dan Pembantu-pembantu Dekan kita semua sudah S-2. Ada kejanggalan yang sangat mendasar mengenai pelaksanaan Dies Natalis FISIB ini, siapakah penaggung jawabnya? Siapakah pelaksananya? Dan siapakah yang harus bingung dengan acara ini? Tentu saja Dekanat, karena ini adalah acaranya Fakultas yang dipimpin seorang yang telah saya sebut tadi. Namun sangat disayangkan karena akhirnya lagi-lagi mahasiswa yang di buat bingung. Bagaimana tidak, masing-masing perwakilan badan kelengkapan yang telah mengadakan kordinasi acara ini kemudian menemui jalan buntu karena dana enggan juga turun. Bahkan bisa di bayangkan jika perlombaan yang telah dipersiapkan satu bulan sebelumnya, dalam juklak (Petunjuk Pelaksanaan) perlombaan tidak disertakan hadiahnya, padahal juklak perlombaan itu sudah tersebar ke Jawa Timur. Apa kata dunia? Siapa yang mau mengikuti perlombaan kalau tidak ada hadiah? Aneh sekali acara kita ini.
Kenyataan lain yang mengenaskan adalah adanya komplain dari Pembina salah satu SMA di Kamal yang telah menerima brosur perlombaan dan kemudian mendaftar namun lomba itu di batalkan. “Mahasiswa semester 6 kok buat acara gini gak becus” begitu katanya. Aduh, bayangkan ucapan itu di lontarkan ketelinga anda. Merah kan? Kalau anda tidak mau, maka kita lemparkan saja ke Panitia Inti acara ini, Dekanat, menjadi seperti ini “Dekan sudah lulus S-2/S-3 kok buat acara gini saja gak becus” coba imajinasikan, pasti sangat menentramkan kata-kata Pembina SMA tadi.
Sudah tiga kali diadakan rapat kordinasi namun yang datang dari pihak Dekanat tidak pernah lengkap. Mesti Ketua Pelaksana tidak pernah datang. Ini kan menjadi sangat membingungkan. Panitia dari pihak mahasiswa sudah sangat bersemangat ketika pertama diberitahukan bahwa masing-masing badan kelengkapan di beri kesempatan untuk berpartisipasi dalam dies natalis ini, namun akhirnya semua di buat kecewa karena mereka merasa diperalat oleh Dekanat untuk dijadikan kambing hitam jika acara ini tidak sukses. Lebih aneh lagi, masing-masing Pembantu Dekan dan Dekan pun tidak pernah berkordinasi karena statement mereka berbeda-beda dalam menyikapi permasalahan yang ada pada acara ini. Yang membuat mahasiswa shock adalah ketika ketua pelaksana mengatakan “Kalau begitu cabut saja bannernya” saat dimintai jalan keluar oleh mahasiswa karena ternyata Dies Natalis ini dinilai belum siap. Waduh, ternyata yang pertama putus asa adalah Ketua Pelaksana, pihak Dekanat. Sangat disayangkan. Pernyataan itu adalah isyarat bahwa ketua pelaksana tidak mau bertanggung jawab kalau acara ini gagal, dan minta acara Dies Natalis di batalkan. Mengagumkan.
Dan apakah anda tahu kalau sebenarnya tidak ada konsep yang matang dari Dies Natalis ini? Tujuan utama dari adanya Dies Natalis adalah untuk promosi, tujuan yang bagus seharusnya, namun dalam pelaksanaannya ternyata malah salah kaprah. Orasi budaya yang seharusnya diisi oleh orang yang benar-benar berkompeten dalam menoyoroti masalah kebudayaan, ternyata malah dialihkan kepada pimred Radar Madura yang saya kira hanya bisa mengkritisi tulisan-tulisan, tentu saja dia murni jurnalis. Benar dia pernah sekolah antropologi, tapi keseriusannya dalam masalah kebudayaan sendiri masih dipertanyakan. Pihak Dekanat sebagai penentu hanya berharap bahwa acara ini akn di liput oleh radar Madura, begitu saja. Mengapa tidak menganggarkan Rp 1.000.000 dan kita tidak perlu bingung membuat acara apapun tapi nama FISIB sudah terpampang di Headline Jawa Pos?.
Jadi bisa disimpulkan bahwa kita belum siap mengadakan Dies Natalis ini, juga belum siap untuk FISIB berdiri sendiri. Mungkin lebih baik kita medompleng lagi ke FH, siapa yang mau?
Atau usulan yang paling logis adalah, kita adakan Diklat Organisasi selama tiga hari yang pesertanya adalah jajaran dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya. Selama tiga hari itu pula, biarkan Gubernur BEM sebagai Dekan, Ketua HMJ Sastra Inggris Pembantu Dekan I, Ketua HMJ Komunikasi sebagai Pembantu Dekan II, Ketua HMJ Psikologi sebagai Pembantu Dekan II, dan Ketua HMJ Sosiologi sebagai Ka TU. _Opini_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar